Friday 10 March 2017

Pendidikan Islam dan Risalah



I.                   PENDAHULUAN

a.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam arti Islam, adalah sesuatu yang hanya diperuntukkan bagi manusia. Pernyataan ini ditegaskan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas.Penegasan ini mengindikasikan bahwa pendidikan Islam secara filosofis seyogyanya memiliki konsep yang jelas mengenai manusia. Kalau pendidikan hanya untuk manusia, pertanyaan yang pantas dikemukakan adalah “manusia yang bagaimana yang dikehendaki oleh pendidikan Islam sebagai tujuan akhirnya”.? Jawaban atas pertanyaan ini dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan Islam seperti dikutip oleh Suharto, antara lain Ahmad D. Marimba menyatakan tujuan akhir pendidikan Islam untuk membentuk “manusia yang berkepribadian Muslim”, Muhammad Munir Mursy menyebutnya sebagai “insâan kâmil” (manusia sempurna), Muhammad Quthb menyebutnya sebagai “manusia sejati”, sedangkan Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyatakan bahwa manusia yang ingin dibentuk oleh pendidikan Islam adalah “manusia yang mencapai akhlak sempurna”.
Allah swt berfirman:
“Tidaklah Aku mengutusmu kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya’/21: 107)
Sebenarnya kata “Rahmat” sangat luas makna dan kaitannya dengan aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia. Al-Qur’an mengkaitkan kata “Rahmat”, misalnya dengan hidayah, keberkahan, shalawat, karunia (fadhilah), maghfirah, sakinah dan mawaddah, serta lainnya.
 .
b.      Rumusan Masalah
Dari uraian diatas maka rumusan masalah adalah:
1.   Apa dan bagaimana tujuan pendidikan islam itu?
2.   Apa dan bagaimana tujuan risalah nabi itu?
 

II.                PEMBAHASAN
A.    Tujuan Pendidikan ilam
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia.[1]
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini pula keutamaan itu akan merata dalam masyarakat.[2]
Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al Qur’an. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “Rohmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.[3]
Munzir Hitami berpendapat bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya. Bila dilihat dari ayat-ayat al Qur’an ataupun hadits yang mengisyaratkan tujuan hidup manusia yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan, terdapat beberapa macam tujuan, termasuk tujuan yang bersifat teleologik itu sebagai berbau mistik dan takhayul dapat dipahami karena mereka menganut konsep konsep ontologi positivistik yang mendasar kebenaran hanya kepada empiris sensual, yakni sesuatu yang teramati dan terukur.[9]
Qodri Azizy menyebutkan batasan tentang definisi pendidikan agama Islam dalam dua hal, yaitu; a) mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; b) mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam. Sehingga pengertian pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sadar dalam memberikan bimbingan kepada anak didik untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam dan memberikan pelajaran dengan materi-materi tentang pengetahuan Islam.[4]
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).
Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
Dalam tujuan khusus tahap-tahap penguasaan anak didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspeknya; pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, ketrampilan atau dengan istilah lain kognitif, afektif dan psikomotor. Dari tahapan ini kemudian dapat dicapai tujuan-tujuan yang lebih terperinci lengkap dengan materi, metode dan system evaluasi. Inilah yang kemudian disebut kurikulum, yang selanjutnya diperinci lagi kedalam silabus dari berbagai materi bimbingan.
Dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsipil diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya, yaitu:[5]
·         Al-Qur’an dan Sunnah, karena memberikan prinsip yang penting bagi pendidikan yaitu penghormatan kepada akal, kewajiban menuntut ilmu dsb.
·         Nilai-nilai social kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia.
·         Warisan pemikiran Islam, yang merupakan refleksi terhadap ajaran-ajaran pokok Islam.

Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :“ Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkan-nya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah. Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
a.       Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
b.      Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
c.       Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.

Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi pembinaan akhlak, menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat, penguasaan ilmu, dan keterampilan bekerja dalam masyrakat. Demikian pula dengan Munir Mursi yang pemikirannya tidak terlalu jauh berbeda dengan Abrasyi. Menurut Munir, pendidikan Islam bertujuan menemukan kebahagiaan di dunia dan akhirat, menghambakan diri kepada Allah, memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam serta akhlak mulia. Sedangkan menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi tujuan keagamaan, tujuan pengembangan akal dan akhlak, tujuan pengajaran kebudayaan, dan tujuan pembicaraan kepribadian.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam tersebut akan membentuk karaktristik pendidikan Islam yang meliputi :
1.      Penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasr ibadah kepada Allah swt.
2.       Penekanan pada nilai-nilai akhlak.
3.      Pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian.
4.      Pengamalan ilmu pengetahuan atas dasr tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat manusia.

B.     Tujuan Risalah

Pembahasan mengenai tujuan risalah adalah terdapat dalam firman Allah SWT.
            وما آرسل نا ك إلا رحمة للعا لمينِ
Dalam ayat ini tujuan risalah dikaitkan dengan kalimat “Inna Arsalnaka”. Kalimat ini mengandung tiga subtansi penting yang tak dapat dipisahkan yaitu risalah dan diri Rasulullah saw yang dinyakan denga “ka” (kamu), dan Allah swt sebagai penentu dan pemilihnya. Di sini Allah swt sebagai pihak yang mengutus, memilih dan menetapkan Muhammad saw sebagai pengemban risalah-Nya. Allah swt tidak melibatkan manusia siapa pun, Dia menunjkkan otoritas-Nya kepada semua makhluk-Nya, mereka setuju atau tidak setuju, Dia tidak memperdulikan suara mereka. Sikap Allah ini dicontoh oleh Rasulullah saw dalam membuat kebijakan dan keputusan penting. Beliau tidak pernah kompromi dengan pendapat-pendapat manusia siapa pun dalam menjalan roda risalahnya. Apalagi pendapat manusia biasa, kwalitasnya jelas di bawah kwalitas Rasulullah saw, belum lagi pendapat mereka masih diliputi hawa nafsu.[6]

Tentu dalam hal itu sebagian kita sepakat. Yang mungkin tidak sepakat adalah jawaban dari pertanyaan: Siapakah pelanjut Nabi saw untuk mengemban risalahnya? Pilihan manusia biasa atau pilihan Allah dan Rasul-Nya? Jika kita menjawab: pelanjut Nabi saw harus dipilih oleh manusia biasa, maka konsepnya berbeda tipis dengan demokrasi, yang oleh sebagian pendapat dikatakan sebagai produk zionis, pengembangan dari konsep “suara rakyat suara Tuhan”. Mana mungkin suara rakyat suara Tuhan, buktinya dari dulu hingga sekarang suara rakyat banyak bersebarangan dengan suara Tuhan Yang Maha Esa. Umumnya rakyat ingin senang-senang di dunia Allah menghendaki senang-senang nanti di akhirat. Mereka senang mengikuti hawa nafsu, Allah melarangnya; mereka suka menzalimi orang lain, Allah murka, dan masih banyak contoh lain yang menguatkan bahwa suara rakyat bukan suara Tuhan.
Anda boleh tidak setuju, tanggung jawab kita nanti masing-masing di hadapan Allah:
Saya ikut pada pendapat yang menyatakan bahwa pelanjut Rasulullah saw dalam pengemban misi kepemimpinannya harus ditunjuk oleh Rasululah saw. Karena saya yakin pilihan Rasululah saw tidak akan salah, dan tidak disertai oleh hawa nafsu. Apalagi menerima sogokan dalam menentukan pilihan. Rasulullah saw jelas suci dari segala sifat yang negatif, dan kwalitan pilihannya jelas paripurna, jauh dibanding dari hasil pilihan manusia biasa. Karena pilihan Rasulullah saw adalah pilihan Allah swt.
Bagaimana dengan pilihan manusia biasa? Namanya manusia biasa, tentu ada yang baik juga ada yang buruk, ada yang cerdas ada yang lemah, dari dulu hingga sekarang sama saja. Mereka masih diliputi kesalahan dan dosa, hawa nafsu dan keserakahan, cinta dunia dan kekuasaan, kezaliman dan penindasan, dan sifat-sifat negatif lainnya. Jika sifat-sifat ini yang mengusai para pemilihnya, maka hasil pilihannya tidak jauh beda dengan para pemilihnya.
Dalil-Dalil Nash
Tentang dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadis tidak perlu dipaparkan secara detail, bagi yang ingin tahu secara detail cukup membacanya di bagian “Asbabun Nuzul” dan “Hadis-hadis pilihan”. Secara nash sudah sangat kuat, tinggal pemahaman terhadap makna nash-nash tersebut, dari keshahihan hadis dan kandungan maknanya.
Dalam risalah Nabi saw banyak pokok-pokok persoalan. Ulama mengelompokkan menjadi: persoalan akidah, syariat dan akhlak. Dari masing-masing pokok persoalan ini ada sub-sub pembahasan. Rasulullah saw menyampaikan semuanya secara sempurna dalam masa 23 tahun. Selama masa 23 tahun beliau menyampakan risalahnya dengan sempurna dan mencapai puncak kesuksesan. Sehingga Rasulullah saw dipanggil oleh Allah ke haribaan-Nya, wafat.

Lalu apa penyebab utama yang menentukan Nabi saw mencapai puncak kesuksesan dalam menegakkan risalahnya?

Jawabannya adalah karena Rasulullah saw itu sendiri sebagai pemimpin dan pengawal risalahnya. Tak ada seorang pun yang mampu membantah beliau dan instruksinya. Sebagai pemimpin beliau punya otoritas, menentukan dan menetapkan kebijakan, dan menjadi tempat rujukan manusia dalam segala aspek kehidupan.

Jadi, tercapainya tujuan risalah Nabi saw adalah ditentukan oleh pemimpin dan kepemimpinan. Jika misi ini gagal, maka gagallah misi-misi yang lain. Paling tidak, tak akan sempurna. Karena itulah Allah swt berfirman:
“Wahai rasul, segera sampaikan apa yang telah diturunkan dari Tuhanmu. Jika kamu belum juga menyampaikan, maka kamu (dinyatakan) belum menyampaikan risalah-Nya. Allah akan menjaga kamu dari (kejahatan) manusia, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 67)

Poin-poin penting dalam ayat ini perlu kita renungkan:
1.      Para mufassir menyatakan bahwa ayat ini turun di Madinah menjelang wafat Nabi saw.
2.      Ada risalah terpenting yang belum disampaikan oleh Rasulullah saw, sementara risalah-risalah yang lain sudah disampaikan semuanya.
3.      Allah menyatakan dan menjanjikan jaminan kemanaan dari kejahatan manusia yang tidak setuju terhadap risalah ini.
4.      Allah menyatakan tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang ingkat terhadap risalah ini.
5.      Misi ini disampaikan paling terakhir.

Sebagai penutup ayat tentang tujuan risalah Nabi saw oleh pernyataan Allah swt:
“Sungguh telah Kami catat dalam Zabur sesudah itu dalam Al-Qur’an bahwa bumi ini diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang shaleh.” (Al-Ambiya’: 105)
“Sesungguhnya dalam hal ini terdapat informasi yang indah bagi bangsa yang melakukan pengabdian (kepada Allah).” (Al-Anbiya’: 106)







III.             PENUTUP

Kesimpulan
1.      Tujuan Pendidikan dalam agama islam adalah merealisasikan tujuan hidup manusia, yaitu penghambaan atau menyembah kepada Allah sepenuhnya. Di samping itu seseorang yang memilih Islam sebagai keyakinan nya diharapkan akan senantiasa menjadi seorang Muslim yang baik sampai saat akhir hayatnya
2.      Tujuan risalah nab adalah Rahmatan lil-‘alamin dan itu akan tercapai bila pengemban risalah Nabi saw mencontoh beliau dalam keilmuan dan mental, dan pola hidupnya.Bumi ini akan berada dalam kendali oleh orang-orang shaleh sebagai perwujudan Rahmatan lil-‘alamin.dan tujuan ini hanya akan dicapai oleh bangsa yang beribadah, dan punya jiwa pengabdian yang tinggi.

















IV.             DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Ahmad M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Hitami, Munzir. 2004. Menggagas Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta: Infinite Press
Nur Uhbiyati., Ilmu Pendidikan Islam., CV. Pustaka Setia., Bandung, 1998
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
http://www.al-imancommunity.com/2011/04/tujuan-pendidikan-islam.html
http://www.al-ikhwan.net/2011/11/4675/risalah-pergerakan-pemuda-islam/



[1] Hanafi, Ahmad M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.hal  45
[2]Hitami, Munzir. 2004. Menggagas Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta: Infinite Press, hal 59
[3] Nur Uhbiyati., Ilmu Pendidikan Islam., CV. Pustaka Setia., Bandung, 1998, hal  36
[4] Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal 65
[5] http://www.al-imancommunity.com/2011/04/tujuan-pendidikan-islam.html
[6] http://www.al-ikhwan.net/2011/11/4675/risalah-pergerakan-pemuda-islam/

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SIFAT BENDA DAN WUJUDNYA DENGAN MEDIA KONKRET SISWA KELAS III SEMESTER I SDN GROGOLAN 02 TAHUN PELAJARAN 2016/2017








PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SIFAT BENDA DAN WUJUDNYA DENGAN MEDIA KONKRET SISWA KELAS III SEMESTER I SDN GROGOLAN 02 TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Disusun untuk Memenuhi Tugas
 Mata Kuliah Pemantapan Kemampuan Profesional (PKP)
SI PGSD Universitas Terbuka


Oleh
Nama                                    : MARYATI ULFA
NIM                                       : 836600000
Program Studi                   : S1 PGSD
Pokjar                                   : Dukuhseti



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ SEMARANG
                                2016



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu proses yang dapat membantu siswa dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dalam seluruh aspek kepribadian sesuai dengan potensi yang dimiliki. Disamping itu, pendidikan juga dapat mengupayakan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan yang baik, kita akan mudah mengikuti perkembangan zaman di masa yang akan datang, khususnya perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Maka dari itu, agar penyelenggaraan pendidikan berhasil menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, pengelolaannya harus dikelola dengan baik dan bermutu. Keberhasilan proses pembelajaran sebagai proses pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud adalah guru, siswa, kurikulum, lingkungan sosial, dan lain-lain. Namun, dari faktor-faktor itu, guru merupakan faktor terpenting. Guru harus berusaha seoptimal mungkin membantu siswa agar dapat memahami materi  pelajaran sehingga proses pembelajaran pun berlangsung dengan menyenangkan.