I.
PENDAHULUAN
Setiap muslim meyakini, bahwa Allah
adalah sumber segala sumber dalam kehidupannya. Allah adalah Pencipta dirinya,
pencipta jagad raya dengan segala isinya, Allah adalah pengatur alam semesta
yang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam
kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini
mengakar dalam diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realita
bahwa Allah lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak.
Jika kita perhatikan, akhlak
terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap
siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak
positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif
terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang
karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan
akhlak terhadap orang lain.
Akhlak mulia yang dikontrol oleh
nilai-nilai agama Islam dapat membuat seorang muslim mampu menjalankan tiga hal
berikut dengan baik:
1. Dalam berinteraksi dengan Tuhannya, yaitu
dengan akidah dan ibadah yang benar disertai dengan akhlak mulia.
2. Dalam berinteraksi dengan diri sendiri,
yaitu dengan bersifat objektif, jujur, dan konsisten mengikuti manhaj Allah.
3. Dalam berinteraksi dengan orang-orang, yaitu
dengan memberikan hak-hak mereka, amanah, menunaikan kewajiban sebagaimana yang
ditetapkan oleh syariat.[1]
Dengan kesuksesan dalam menjalani
ketiga hal di atas, maka kita akan mendapatkan ridha dari Allah, dari diri
sendiri dan dari orang lain/masyarakat.
II.
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas maka akan muncul suatu permasalahan sebagai
berikut :
A.
Apa
yang disebut dengan Akhlak ?
B.
Bagaimana
akhlak kita seharusnya kepada Allah SWT ?
C.
Bagaimana
seharusnya akhlak kita terhadap sesama ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengeretian Akhlak.
Secara
bahasa (lughatan): “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk
mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain
dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ” Khaliq”
yang berarti Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan. Akhlaq merupakan bentuk jamak dari Al khuluq, yang berarti:
وهو الدِّين والطبْع والسجية
وقالَ ابنُ الأعْرابِيِّ : الخُلُقُ : المُرُوءةُ
“Berkata Ibnul Arabi: Al Khuluq artinya muru’ah
(kepribadian).” [3]
Sedangkan, secara istilah (ishtilahan), adalah:
وحقيقته أَنه لِصورة الإِنسان الباطنة وهي نفْسه وأَوصافها ومعانيها
المختصةُ بِها بمنزلة الخَلْق لصورته الظاهرة وأَوصافها ومعانيها ولهما أَوصاف
حسَنة وقبيحة والثوابُ والعقاب يتعلّقان بأَوصاف الصورة الباطنة أَكثر مما يتعلقان
بأَوصاف الصورة الظاهرة
“Hakikatnya (akhlak) adalah gambaran batin manusia, yakni
jiwanya, sifat-sifatnya, dan makna-maknanya yang spesifik, yang dengannya
terlihat kedudukan makhluk, lantaran gambarannya secara zahir, baik
sifat-sifatnya dan makna-maknanya, dan keduanya memeliki sifat yang baik atau
buruk, mendapat pahala dan sanksi, yang kaitan keduanya dengan sifat-sifat yang
tergambar secara batin adalah lebih banyak, dibanding apa-apa yang yang terkait
dengan gambaran zahirnya.”[4]
Sementara
itu, Hujjatul Islam Imam al Ghazali, mendefinisikan
akhlak yang baik sebagai berikut:
وإنما الأخلاق الجميلة يراد بها العلم والعقل والعفة
والشجاعة والتقوى والكرم وسائر خلال الخير، وشيء من هذه الصفات لا يدرك بالحواس
الخمس بل يدرك بنور البصيرة الباطنة
“Sesungguhnya, yang dimaksudkan dengan akhlak
yang indah adalah ilmu, akal, ‘iffah (rasa malu berbuat dosa), keberanian,
taqwa, kemuliaan, dan semua perkara yang baik, dan semua sifat-sifat ini tidak
hanya ditampilkan oleh panca indera yang lima, tetapi juga oleh cahaya mata
hati dan batin.”[5]
Sedangkan
Ibnu Maskawaih berkata tentang akhlak:
الخلق حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من غير فكر ولا روية ولا روية
“Akhlak adalah
kondisi bagi jiwa yang mengajak segala perbuatan kepadanya dengan tanpa
dipikirkan, dan tanpa ditimbang-timbang.”[6]
Demikian makna akhlak yang diterangkan para ulama dan ahli bahasa.
Semua pembicaraan tentang akhlak bermuara pada kondisi jiwa manusia yang
ditampakkan oleh perbuatan mereka, yang didasarkan oleh pemahaman agama, Al Quran, dan ketaqwaan.
Dengan demikian
memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun sebaliknya
tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang
dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah
memahami akhlak dan menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan
itu selalu diulang – ulang dengan kecenderungan hati (sadar) .Akhlak merupakan
kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran,
perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan
akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah
dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri
manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik
dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana
yang cantik dan mana yang buruk.
B.
Akhlak terhadap Allah SWT.
Diantara
akhlak terhadap Allah SWT adalah:[7]
1.
Taat terhadap
perintah-perintah-Nya.
Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika
kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya. Sebab
bagaimana mungkin ia tidak mentaati-Nya, padahal Allah lah yang telah
memberikan segala-galanya pada dirinya. Allah berfirman
xsù y7În/uur w cqãYÏB÷sã 4Ó®Lym x8qßJÅj3ysã $yJÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO w (#rßÅgs þÎû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøÒs% (#qßJÏk=|¡çur $VJÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ
Artinya :
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka
sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya”. (QS. 4 : 65)
Karena taat kepada Allah merupakan konsekwensi keimanan seoran
muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu
indikasi tidak adanya
keimanan.
keimanan.
2.
Memiliki rasa tanggung jawab atas
amanah yang diembankan padanya.
Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah
SWT, adalah memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan padanya.
Karena pada hakekatnya, kehidupan inipun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh
karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini, apapun yang Allah berikan
padanya, maka itu merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban
dari Allah.
3.
Ridha terhadap ketentuan Allah
SWT.
Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap
Allah SWT, adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada
dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun
oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik yang Allah berikan padanya, atau
hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin
(baca; tsiqah) terhadap apapun yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang
berupa kebaikan, atau berupa keburukan Apalagi terkadang sebagai seorang
manusia, pengetahuan atau pandangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas.
Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik justru buruk, sementara
sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki kebaikan bagi diri kita.
4.
Senantiasa bertaubat kepada-Nya.
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput
dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh
karena itulah, etika kita kepada Allah, manakala sedang terjerumus dalam
‘kelupaan’ sehingga berbuat kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera
bertaubat kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
úïÏ%©!$#ur #sÎ) (#qè=yèsù ºpt±Ås»sù ÷rr& (#þqßJn=sß öNæh|¡àÿRr& (#rãx.s ©!$# (#rãxÿøótGó$$sù öNÎgÎ/qçRäÏ9 `tBur ãÏÿøót UqçR%!$# wÎ) ª!$# öNs9ur (#rÅÇã 4n?tã $tB (#qè=yèsù öNèdur cqßJn=ôèt ÇÊÌÎÈ
Artinya :
“Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.” (QS. 3 : 135)
yang dimaksud perbuatan keji
(faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak Hanya menimpa diri
sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. menganiaya diri sendiri
ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya Hanya menimpa diri sendiri baik yang
besar atau kecil.
5.
Obsesinya adalah keridhaan ilahi.
Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan
memiliki obsesi dan orientasi dalam segala aktivitasnya, hanya kepada Allah
SWT. Dia tidak beramal dan beraktivitas untuk mencari keridhaan atau pujian
atau apapun dari manusia.Bahkan terkadang, untuk mencapai keridhaan Allah
tersebut, ‘terpakasa’ harus mendapatkan ‘ketidaksukaan’ dari para manusia lainnya
Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam
dirinya. Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, otientasi yang
dicarinya tentulah hanya keridhaan manusia. Ia tidak akan perduli, apakah Allah
menyukai tindakannya atau tidak. Yang penting ia dipuji oleh oran lain.
6.
Merealisasikan ibadah kepada-Nya.
Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim
terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. Baik
ibadah yang bersifat mahdhah, ataupun ibadah yang ghairu mahdhah.
Karena pada hakekatnya, seluruh aktiivitas sehari-hari adalah ibadah kepada
Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah berberfirman
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. 51 : 56)
Oleh karenanya, segala aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial
dan lain sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap
Allah. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdhah saja, seperti
shalat, puasa haji dan sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling penting
untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktivitas dalam rangkaian tujuan untuk
dapat menerakpak hokum Allah di muka bumi ini. Sehingga Islam menjadi pedoman
hidup yang direalisasikan oleh masyarakat Islam pada khususnya dan juga oleh
masyarakat dunia pada umumnya.
7.
Banyak membaca al-Qur’an.
Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim
terhadap Allah adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat,
yang merupakan firman-firman-Nya. Seseeorang yang mencintai sesuatu, tentulah
ia akan banyak dan sering menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin, yang
mencintai Allah SWT, tentulah ia akan selalu menyebut-nyebut Asma-Nya dan juga
senantiasa akan membaca firman-firman-Nya. Apalagi menakala kita mengetahui
keutamaan membaca Al-Qur’an yang dmikian besarnya.
Adapun bagi mereka-mereka yang belum bisa atau belum
lancar dalam membacanya, maka hendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga
dapat membacanya dengan baik. Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca
Al-Qur’an tersebut, maka Allah pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi
dirinya.
C.
Akhlak terhadap sesama manusia.
Banyak sekali rincian
yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan perlakuan terhadap
sesama manusia. Petunjuk
mengenai hal ini bukan
hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh,
menyakiti badan, atau
mengambil harta tanpa alasan
yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan
menceritakan aib seseorang
di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah, walaupun
sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu.[8]
Tuhan menamakan
Al Quran dengan Al kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat
bahwa Al Quran diperintahkan untuk ditulis. Takwa Yaitu memelihara diri dari
siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi
segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja.
Kemudian aklak terhadap
sesama dibedakan mnjadi dua macam :
1.
Akhlak
kepada sesama muslim.
Sebagai
umat pengikut Rasullulah tentunya jejak langkah beliau merupakan guru besar
umat Islam yang harus diketahui dan patut ditiru,karena kata rasululah yang di
nukilkan dalam sebuah hadist yang artinya “sesungguhnya aku di utus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia”.Yang dimaksud akhlak yang mulia adalah akhlak
yang terbentuk dari hati manusia yang mempunyai nilai ibadah setelah menerima
rangsangan dari keadaan social.Karena kondisi realitas social yang membentuk
hadirnya karakter seseorang untuk menggapai sebuah keadaan.Contohnya:ketika
kita ingin di hargai oleh orang lain,maka kewajiban kita juga harus menghargai
orang lain,menghormati orang yang lebih tua,menyayangi yang lebih
muda,menyantuni yang fakir karena hal itu merupakan cirri-ciri akhlak yang baik
dan terpuji.
Contoh
lain yang merupakan akhlak terpuji antar sesame muslim adalah menjaga lisan
dalam perkataan agar tidak membuat orang lain disekitar kita tersinggung bahkan
lebih menyakitkan lagi ketika kita berbicara hanya dengan melalui bisikan halus
ditalinga teman dihadapan teman-teman yang lain,karena itu merupakan etika yang
tidak sopan bahkan diharamkan dalam islam.
2.
Akhlak kepada sesama non
muslim
Akhlak
antara sesama non muslim, inipun diajarkan dalam agama karena siapapun mereka, mereka
adalah makhluk Tuhan yang punya prinsip hidup dengan nilai-nilai kemanusiaan. Namun
sayangnya terkadang kita salah menafsirkan bahkan memvonis siapa serta
keberadaan mereka ini adalah kesalahan yang harus dirubah mumpung ada waktu
untuk perubahan diri. Karena hal ini tidak terlepas dari etika sosial sebagai
makhluk yang hidup social. Berbicara masalah keyakinan adalah persoalan nurani
yang mempunyai asasi kemerdekaan yang tidak dapat dicampur adukkan hak asasi
kita dengan hak merdeka orang lain, apalagi masalah keyakinan yang terpenting
adalah kita lebih jauh memaknai kehidupan sosial karena dalam kehidupan ada
namanya etika sosial. Berbicara masalah etika sosial adalah tidak terlepas dari
karakter kita dalam pergaulan hidup,berkarya hidup dan lain-lain. Contohnya
bagaimana kita menghargai apa yang menjadi keyakinan mereka, ketika upacara
keagamaan sedang berlangsung ,mereka hidup dalam minoritas sekalipun. Memberi
bantuan bila mereka terkena musibah atau lagi membutuhkan karena hal ini akhlak
yang baik dalam kehidupan non muslim.[9]
Setelah
menelaah dan memahami akhlak kepada sesama sebagai kesimpulannya adalah
sesungguhnya dalam kehidupan, kita tidak terlepas dari apa yang sudak ada dalam
diri kita sebagai manusia termasuk salah satunya adalah akhlak. Karena akhlak
adalah salah satu predikat tang disandang oleh manusia akhlak akan berjalan
setelah manusia itu sendiri berada dalam alam sosial. Baik dan buruknya akhlak
kepada sesama tergantung dari orang menjalani hidup,apakah membentuk
karakternya dengan akal atau dengan hati karena keduanya adalah sumber. Jadi
kesimpulan akhlak antar sesama yaitu sangat dianjurkan selama apa yang
dilakukan punya nilai ibadah .
Dengan
demikian orang yang berakal dan beriman wajib untuk mengerahkan segala
kemampuannya untuk meluruskan akhlaknya dan berperilaku dengan perilaku yang
dicintai Allah SWT.Serta melaksanakan maksud dan tujuan dari terutusnya baginda
Rasullulah SAW yang bersabda:
“Sesungguhnya
aku diutus hanya untuk menyempurnakan Akhlak”
Dari
penjelasan ini menunjukkan bahwa: kesempurnaan akhlak yang hanya untuk itu Rasullulah
diutus,merupakan ukuran baik dan tidaknya seseorang baik di dunia ini atau di
akhirat nanti.Oleh karena itu wajib bagi setiap kaum muslimin agar budi
pekertinya.Baik kepada dirinya, keluarga, dan orang-orang yang menjadi tanggung
jawabnya.
Adapun akhlak yang baik ( terpuji ) bagi manusia dengan sesama yang
harus dilakukan adalah antara lain :[10]
a.
Berbakti kepada kedua orang tua (QS.
6:151) (QS.46:17)
b.
Menyambung silaturrahim (QS. 4:1)
(QS. 2:27)
c.
Tolong menolong dalam kebaikan,
bukan dalam kejahatan.
(QS. 5:2)
d.
Tawadhu’ (QS.7:199)
e.
Lemah lembut dan berkasih sayang
kepada sesama muslim dan tegas terhadap orang kafir. (QS. 5:54) (QS. 48:
29)
f.
Sabar,
menepati janji, dan jujur. (QS. 2:177)
g.
Pemaaf (QS. 2:109)
h.
Adil (QS. 3: 18)
i.
Dermawan (QS. 2: 245)
j.
Memuliakan tamu (QS. 11:69)
IV.
KESIMPULAN
A.
“akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari
bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Maka Akhlak dapat berarti kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu,
membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian.
B.
Diantara akhlak terhadap Allah SWT adalah :
1.
Taat terhadap
perintah-perintah-Nya.
2.
Memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang
diembankan padanya.
3.
Ridha terhadap ketentuan Allah SWT.
4.
Senantiasa bertaubat kepada-Nya.
5.
Obsesinya adalah keridhaan ilahi.
6.
Merealisasikan ibadah kepada-Nya.
7.
Banyak membaca al-Qur’an.
C.
Kemudian aklak terhadap sesama dibedakan mnjadi dua
macam :
1. Akhlak
kepada sesama muslim
2. Akhlak
kepada non muslim
V.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Manzhur al Mishri, Lisanul ‘Arab, Juz. 10, (Al Maktabah Asy
Syamilah).
Imam al Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Juz. 3. (Al Maktabah Asy
Syamilah),
Ibnu Maskawaih, Tahdzibul Akhlaq, (Al Maktabah Asy Syamilah.
Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq al Hasani, Tajjul ‘Arusy (Al Maktabah Ays Syamilah)
Ilyas Yunahar, Kuliah
Akidah, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta : bentang, 2008)
http://www.kamarcerita.com/2011/11/19/mengapa-harus-ber-akhlak/.
http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/03/07/pengertian-akhlaq-macam-macam-akhlaq-terpuji-dan-penerapan-akhlaq-dalam-kehidupan-sehari-hari/.
http://madinatulilmi.com/index.php?prm=posting&kat=1&var=detail&id=79.html
http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Akhlaq2.html
http://abuhudzaifi.multiply.com/journal/item/71?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
[1] http://www.kamarcerita.com/2011/11/19/mengapa-harus-ber-akhlak/.
Diakses pada tanggal 24 mei 2012.
[3] Muhammad bin Muhammad bin
Abdurrazaq al Hasani, Tajjul ‘Arusy (Al Maktabah Ays Syamilah) Hal. 6292.
[4] Ibid, , Hal. 6292
[6] Ibnu Maskawaih, Tahdzibul
Akhlaq, (Al Maktabah Asy
Syamilah) hal. 10.
[7] http://madinatulilmi.com/index.php?prm=posting&kat=1&var=detail&id=79.html, diakses pada tanggal 27 mei 2012.
[9] http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/03/07/pengertian-akhlaq-macam-macam-akhlaq-terpuji-dan-penerapan-akhlaq-dalam-kehidupan-sehari-hari/.
Diakses pada tanggal 25 mei 2012.
[10]
http://abuhudzaifi.multiply.com/journal/item/71?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem,
diakses pada tanggal 27 mei 2012.
No comments:
Post a Comment