Monday 6 March 2017

Kebijakan kemenag dalam meningkatkan Pendidikan islam




A.    PENDAHULUAN
Kementerian Agama (Kemenag) pada tahun 2013 telah memasuki usia yang ke -67 sejak lahir pada tanggal 3 Januari 1946. Pada prinsipnya kementerian ini mempunyai tugas penting yang membawahi semua problematika keagamaan di tanah air ini. Tugas pokok tersebut sebagaimana tercantum dalam Keppres No. 45 tahun 1974 lampiran 14, Bab I Pasal 2 adalah menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintah dan pembangunan di bidang agama.
Tugas ini diperkuat lagi dalam GBHN 1993 bahwa asas pembangunan nasional di antaranya adalah agama (keimanan dan ketakwaan); artinya dalam konteks keindonesiaan agama merupakan aspek yang menyatu dalam semua lapis aktivitas setiap warga bangsa untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Tugas ini juga merupakan bentuk konkret pengamalan Pancasila; Sila pertama yaitu, ”Ketuhanan Yang Maha Esa” dan pengamalan UUD 1945 Bab XI Pasal 29 ayat l “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan ayat 2 “Negaraa menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Kemenag mempunyai banyak tugas di antaranya; pelayanan haji, zakat dan wakaf, nikah, talak dan rujuk, pelayanan dakwah (penyuluh agama), pendidikan agama dan keagamaan (madrasah dan pesantren), pembinaan ormas keagamaan, dan peradilan agama. Tugas tersebut merupakan tantangan Kemenag yang sangat berat manakala di tubuh pejabat internal Kemenag sendiri tidak mampu melaksanakan tugas secara profesional dan penuh integritas.

Terlebih memasuki era globalisasi dan westernisasi sekarang ini. Banyak munculnya aliran sesat, sempalan agama serta beberapa masalah yang berkaitan dengan umat menunjukkan belum efektifnya pembangunan spiritual bangsa, menuntut jawaban Kemenag harus profesional dengan landasan utama adalah mengamalkan doktrinitas agama. Maraknya tayangan dan media yang bernuansa sensasional dan pornografi menuntut kepekaan Kemenag dalam memelihara nilai serta norma agama.
Di antara kementerian yang lain mungkin Kementerian Agama merupakan kementerian yang sangat sensitif. Dikatakan sensitif karena di samping terisi orang-orang yang notabene “bermoral” juga membawa nama “agama”, sehingga orang memandang sebagai lembaga yang suci, tanpa noda atau “dosa”.
Tidak disangsikan jika ada kasus korupsi sekecil apa pun di lembaga ini akan terekspos secara besar-besaran di media massa. Sebaliknya sebesar apa pun prestasi lembaga ini justru tidak akan terdengar oleh masyarakat.[1]
Tantangan Kemenag lainnya adalah masalah pendidikan di madrasah dan pembinaan keagamaan pada umumnya. Pendidikan keagamaan yang berada dalam naungan Kemenag secara formal memang telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan dengan adanya SKB tiga menteri, nomor 6 tahun 1975, nomor 037/U/1975, dan nomor 36 tahun 1975 yang memuat; a). Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umurn, b). Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas, c). Siswa Madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.[2]




B.     PERMASALAHAN
1.      Bagaimana perpektif pembangunan pendidikanIslam pada Sekolah?
2.      Bagaimana kebijakan direktorat pendidikan agama islam pada sekolah?
3.      Bagaimana kebijakan kemenag dalam peningkatan pendidikan Islam?  
C.    PEMBAHASAN
1.      Perspektif Pembangunan Pendidikan Islam Pada Sekolah
Setidaknya ada dua macam perspektif pembangunan Pendidikan Agama Islam pada sekolah; perspektif pembangunan nasional dan perspektif pembangunan internasional. Perspektif pembangunan nasional lebih menempatkan kontribusi yang ingin dicapai Pendidikan Agama Islam pada sekolah lebih kepada kepentingan pembangunan nasional. Sedangkan perspektif pembangunan internasional, lebih menempatkan kontribusi yang ingin dicapai pada konstalasi pembangunan yang lebih bersifat global.
a.      Perspektif Pembangunan Nasional
Pasca reformasi 1998, kehidupan masyarakat Indonesia mulai memasuki kehidupan demokratis yang ditandai oleh terbukanya kebebasan sipil dan partisipasi politik yang terjamin kebebasannya. Hal ini menimbulkan gejala baru yaitu kebebasan yang di satu sisi dapat memberdayakan masyarakat, namun di sisi lain kebebasan pun sangat rentan untuk disalahgunakan bagi hal-hal yang justru merusak hakikat kebebasan itu sendiri. Hasilnya kondisi masyarakat terkini justru ditandai dengan dua hal yang saling berlawanan: di satu sisi ada semacam keinginan kuat dari masyarakat untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama, sementara di sisi lain juga ada kecenderungan bagi munculnya gejala disorientasi relijius.  Kondisi ini juga semakin diperparah dengan tidak meratanya percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah di timpa krisis ekonomi berkepanjangan.
Untuk tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, sebanyak 37,4% tidak melewati standar garis kemiskinan, baik dari st andar Depsos maupun PBB (yang telah mencapai garis kemiskinan absolut atau di bawah garis kemiskinan). Pada saat yang sama sebanyak 20% masyarakat Indonesia  juga berpotensi untuk jatuh ke dalam garis kemiskinan; dengan standar yang berada jauh di bawah standar garis kemiskinan yang ditetapkan PBB yaitu sebanyak 1 US$ perhari, sedangkan di Indonesia antara Rp. 99.000-110.000 per bulan atau rata-rata 12 US$ per bulan (Laporan Biro Pusat Statistik tahun 2004). Pada situasi inilah pendidikan Islam di Indonesia dituntut untuk memberikan kontribusinya dalam upaya membangun kemb ali bangsa ini. Dengan menempatkan pendidikan karakter sebagai arah utama pengembangannya, pendidikan Islam diharapkan dapat menjadi instrumen penting dalam memperkuat kembali nilai- nilai toleransi dan inklusifitas bagi masyarakat Indonesia yang plural. Pendidikan karakter juga diharapkan dapat membantu peserta didik dalam mengapresiasi isu penting dalam kehidupan sehari-hari; seperti kesetaraan jender.

b.      Perspektif Pembangunan Internasional
Kemajuan globalisasi yang paralel dengan gejala modernisasi di seluruh duni tentu memiliki dampak langsung terhadap masyarakat Indonesia. Namun arus globalisasi yang terjadi tentu tidak sela manya selaras dengan kemajuan sebuah bangsa. Makin seringnya komunikasi antar  budaya serta sistem nilai yang terjadi antar sebuah suku bangsa kerap identik dengan perbenturan antar nilai, kepentingan, serta peradaban. Mengutip Huntington, bahwa perbenturan antar peradaban yang terjadi di penghujung abad ke 20 justru mengindikasikan akan adanya disparitas baru hubungan antara agama dengan negara, khususnya Islam. 
Tak pelak arus globalisasi yang terj adi di Indonesia, yang mayoritas berpenduduk muslim, harus dipikirkan secara bersama agar dampak yang terjadi tidak melulu identik dengan pertentangan bahkan perbenturan antar budaya. Situasi ini kemudian menjadikan pendidikan Islam pada sekolah menemukan peluangnya untuk membangun pendidikan  yang berwawasan multikultural. Pendidikan Agama Islam khususnya di sekolah kemudian harus diarahkan untuk membangun sistem kesadaran yang berpijak  kepada kesamaan prinsip penghargaan atas multibudaya (multiculture) serta lintas iman (crossfaith). Sejalan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang plural dan majemuk, pendidikan Islam berwawasan multibudaya dan lintas iman sangatlah dibutuhkan terutama untuk membangun karakter positif yang mampu menumbuhkan sikap toleran dan inklusif antar umat beragama.  Peluang lain sebaga konsekuensi penghormatan tersebut, pembangunan pendidikan Islam dalam konteks pembangunan internasional saat ini adalah adanya tuntutan bagi  sikap keterbukaan terh adap perbedaan budaya dan keyakinan. Oleh karena  itu, sikap keterbukaan terhadap segala bentuk perbedaan budaya dan keyakinan ini tentu saja harus dirumuskan sebagai salah satu paradigma pendidikan Islam yang ditujukan bagi pengembangan pendidikan agama berwawasan multikultural dan kearian lintas keyakinan. Dengan demikian perspektif pembangunan Pendidikan Agama Islam pada sekolah sangat utopis dan agar terwujud secara realisis menempa peserta didik yang masih dalam proses hingga menjadi lulusan sekolah sebagai cikal-bakal manusia Indonesia seutuhnya, pendekatannya harus tercentra pada prinsip universal (holistik) dan terkait satu sama lain secara struktural maupun fungsional (sistemik).



2.      Kebijakan Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah  
Kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam secara tegas telah menyeb empat kebijakan utamanya mengenai pendidikan Islam. Empat kebijakan tersebut adalah:
1.      Mengurangi beban pendidikan;
2.      Memperbaiki kinerja kelembagaan;
3.      Konvergensi perencanaan pendidikan;
4.      Meningkatkan mutu pendidikan
Empat kebijakan tersebut sejatinya berimplikasi kepada pendidikan Islam pada sekolah. Dengan mengurangi beban pendidikan, pendidikan Islam pada sekolah diharapkan dapat menjadi sistem pe ndidikan yang tidak lagi berorientasi kepada proses transformasi ilmu kepada peserta didik. Namun lebih memberi perhatian kepada proses belajar bersama yang mengarah kepada pemenuhan minat, bakat, dan potensi peserta didik disertai kurikulum dan metode pembelajaran yang langsung menyentuh kepada aspek kehidupan sehari-hari. Pendidikan Islam pada sekolah juga diharapkan dapat mendukung kualitas dan mutu pendidikan. Baik dari segi kualitas lulusan maupun kualitas pelayanan pendidikan yang diberikan oleh pemerintah.
 Sejalan dengan kebijakan tersebut, pendidikan Islam pada sekolah juga diharapkan dapat memberikan dampak langsung tidak saja kepada pembentukan karakter bangsa, melainkan kepada aspek daya saing dan kualitas sumber daya ma nusia Indonesia di masa depan. Maka pendidikan Islam pada sekolah merupakan sebuah investasi besar yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Ditpais,  bagi pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan merupakan media yang  efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasi nilai, dan menanamkan etos di kalangan warga masyarakat. Dalam hal ini, urgensi pendidikan terletak pada fungsinya sebagai instrumen untuk memupuk kepribadian bangsa, memperkuat  identitas nasional, dan memantapkan jati diri bangsa. Peran pendidikan menjadi  lebih penting lagi ketika arus globalisasi demikian kuat, yang membawa pengaruh  nilai-nilai dan budaya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif sebagai warga bangsa dan mengukuhkan ikatan-ikatan sosial, dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan agama, sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.
Dalam perspektif ini, pendidikan agama Islam pada sekolah memiliki peran yang sangat penting sebagai bagian dari upaya membangun watak dan karakter bangsa. Undang Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyebutkan bahwa pe ndidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Pasal 1, ayat 2). Pendidikan agama Islam pada sekolah diharapkan dapat menjadi wahana yang efektif untuk membangun karakter manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berwawasan kebangsaan, dan menghargai perkembangan pengetahuan. Untuk itu, kebijakan pendidikan agama Islam pada sekolah diarahkan pada sejumlah upaya un tuk meningkatkan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai Islam yang relevan dan kompatibel dengan pembangunan nasional dan perkembangan zaman.[3]









3.      Kebijakan Kemenag Dalam Peningkatan Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI di tahun 2010-2014 menetapkan 5 kebijakan yaitu : (1) peningkatan kualitas kehidupan beragama; (2) peningkatan kualitas kerukunan umat beragama; (3) peningkatan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan; (4) peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, dan; (5) perwujudan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Untuk menjalankan 5 kebijakan tersebut, dalam rencana pelaksanaannya telah ditetapkan dalam 11 program Kementerian Agama, salah satunya yang menjadi tanggung jawab Ditjen Pendidikan Islam yaitu Program Pendidikan Islam, khususnya untuk menjalankan kebijakan pada no. 3 di atas.
Program Pendidikan Islam bertujuan untuk meningkatkan akses, mutu, relevansi dan daya saing serta tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan Pendidikan Islam. Pencapaian tujuan program Pendidikan Islam ini dilakukan melalui sejumlah kegiatan strategis sebagai berikut :

1)      Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.       Tersedianya data dan informasi perencanaan
b.      Tersedianya dokumen perencanaan dan anggaran
c.       Meningkatnya kualitas pelayanan administrasi keuangan
d.      Meningkatnya kualitas pelayanan ketatalaksanaan, kepegawaian, serta tersedianya peraturan perundang-undangan
e.       Meningkatnya kualitas administrasi perkantoran dan pelayanan umum
Keluaran (outputs) tersebut akan dicapai antara lain melalui koordinasi pelaksanaan tugas; pembinaan dan pemberian dukungan administrasi satuan organisasi; penyusunan rencana dan program kegiatan; penyiapan dan pengolahan data; pengembangan sistem informasi; penyusunan laporan dan evaluasi program serta akuntabilitas kinerja; pembinaan dan pelayanan administrasi keuangan; penyusunan rencana dan pengelolaan keuangan; pelaksanaan anggaran dan perbendaharaan; penyusunan laporan akuntansi dan verifikasi keuangan; pembinaan dan pelayanan di bidang organisasi dan tatalaksana; pengelolaan kepegawaian; penyiapan peraturan perundang-undangan; serta pelayanan dan pembinaan urusan ketatausahaan, kearsipan, pengelolaan BMN, kerumahtanggaan, perlengkapan dan keprotokolan.

2)      Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Ibtidaiyah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.       Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI).
b.      Meningkatnya mutu layanan pendidikan MI
c.       Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan MI
d.      Meningkatnya mutu tata kelola MI
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana prasarana MI termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; pemanfaatan teknologi informasi bagi kegiatan belajar-mengajar dan pengelolaan pendidikan; penyediaan bantuan peningkatan mutu madrasah; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; penilaian dan pemberian akreditasi; peningkatan kualitas manajemen madrasah; serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan, selain itu pencapaian kegiatan ini juga mencakup berbagai hal terkait pendidikan anak usia dini dan RA/BA.



3)      Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Tsanawiyah
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana prasarana MTs, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; pemanfaatan teknologi informasi bagi kegiatan belajar-mengajar dan pengelolaan pendidikan; penyediaan bantuan peningkatan mutu madrasah; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; penilaian dan pemberian akreditasi; peningkatan kualitas manajemen madrasah; serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan.
4)      Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Aliyah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.       Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan Madrasah Aliyah (MA)
b.      Meningkatnya mutu layanan pendidikan MA
c.       Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan MA
d.      Meningkatnya mutu tata kelola MA
5)      Penyediaan Subsidi Pendidikan Madrasah Bermutu
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi madarasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah; penyediaan beasiswa bagi siswa berprestasi dan siswa miskin, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; serta penyediaan safeguarding (monitoring, rakor, evaluasi) bagi BOS pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
6)      Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Madrasah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.       Meningkatnya profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
b.      Meningkatnya kesejahteraan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan

Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan peningkatan kualifikasi guru, pengawas dan tenaga kependidikan; penyediaan beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya; peningkatan kompetensi kepala madrasah; serta penyediaan tunjangan fungsional, profesi dan purna bakti.
7)      Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Tinggi Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.       Meningkatnya akses pendidikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)
b.      Meningkatnya mutu layanan pendidikan PTAI
c.       Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan PTAI
d.      Meningkatnya mutu tata kelola PTAI
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana prasarana PTAI, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; peningkatan mutu lulusan dan daya saing bertaraf internasional; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak; pengembangan Ma`had Aly pada PTAI; penataan program studi dan bidang keilmuan yang fleksibel memenuhi kebutuhan pembangunan; penguatan konsorsium ilmu-ilmu keislaman yang memperkuat pengembangan dan pengkajian ilmu-ilmu keislaman di PTAI; serta peningkatan mutu tata kelola PTAI.
8)      Penyediaan Subsidi Pendidikan Tinggi Islam Bermutu
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah tersedia dan tersalurkannya beasiswa bagi mahasiwa miskin dan mahasiswa berprestasi
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan beasiswa bagi mahasiswa miskin dan mahasiswa berprestasi, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal.
9)      Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.   Meningkatnya profesionalisme dosen dan tenaga kependidikan pada Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)
b.   Meningkatnya kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan pada PTAI
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui peningkatan kualifikasi pendidikan dosen dan tenaga kependidikan; penyediaan beasiswa dan bantuan belajar; penyediaan tunjangan fungsional, tunjangan profesi dan tunjangan lainnya.
10)  Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Keagamaan Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Tersedia dan terjangkaunya layanan Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren. 2) Meningkatnya mutu layanan Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren. 3) Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren4) Meningkatnya mutu tata kelola Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan BOS pada pondok pesantren penyelenggara program Wajar Dikdas; penyediaan dan pengembangan sarana prasarana Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; peningkatan mutu lulusan dan daya saing; penyaluran beasiswa; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak; pengembangan Ma`had Aly pada pondok pesantren; serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan.
11)  Penyediaan Subsidi Pendidikan Keagamaan Islam Bermutu
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah tersedia dan tersalurkannya BOS pada pendidikan keagamaan dan beasiswa bagi santri berprestasi. Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyaluran BOS pada satuan pendidikan keagamaan dan penyediaan beasiswa bagi santri berprestasi.
12)    Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.       Tersedianya layanan pendidikan agama Islam pada sekolah
b.      Meningkatnya mutu layanan pendidikan agama Islam pada sekolah;
c.       Meningkatnya kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama peserta didik.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana prasarana Pendidikan Agama Islam (PAI) pada sekolah, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; pembentukan dan peningkatan kapasitas Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Kelompok Kerja Pengawas (Pokjawas) Pendidikan Agama Islam; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar PAI; pengembangan standar model PAI pada sekolah; serta peningkatan partisipasi dan kemitraan sekolah, masyarakat dan pihak terkait lainnya dalam pengembangan PAI.
13)    Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Pengawas Pendidikan Agama Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.       Meningkatnya profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan agama Islam
b.      Meningkatnya kesejahteraan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan agama Islam
Keluaran (outputs) ini dicapai antara lain melalui peningkatan kompetensi dan kualifikasi pendidikan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan agama Islam; penyediaan beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya bagi guru; peningkatan wawasan guru melalui program pertukaran guru PAI; penyediaan subsidi tunjangan fungsional bagi guru PAI non-PNS; penyediaan tunjangan profesi bagi guru PAI; dan tunjangan khusus bagi guru PAI di daerah terpencil.


D.    KESIMPULAN
1.      Setidaknya ada dua macam perspektif pembangunan Pendidikan Agama Islam pada sekolah; perspektif pembangunan nasional dan perspektif pembangunan internasional. Perspektif pembangunan nasional lebih menempatkan kontribusi yang ingin dicapai Pendidikan Agama Islam pada sekolah lebih kepada kepentingan pembangunan nasional. Sedangkan perspektif pembangunan internasional, lebih menempatkan kontribusi yang ingin dicapai pada konstalasi pembangunan yang lebih bersifat global.
2.      Kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam secara tegas telah menyeb empat kebijakan utamanya mengenai pendidikan Islam. Empat kebijakan tersebut adalah:
1.      Mengurangi beban pendidikan;
2.      Memperbaiki kinerja kelembagaan;
3.      Konvergensi perencanaan pendidikan;
4.      Meningkatkan mutu pendidikan
3.      Kementerian Agama RI di tahun 2010-2014 menetapkan 5 kebijakan yaitu : (1) peningkatan kualitas kehidupan beragama; (2) peningkatan kualitas kerukunan umat beragama; (3) peningkatan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan; (4) peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, dan; (5) perwujudan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Program Pendidikan Islam bertujuan untuk meningkatkan akses, mutu, relevansi dan daya saing serta tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan Pendidikan Islam. Pencapaian tujuan program Pendidikan Islam ini






DAFTAR PUSTAKA

TAP MPR 1999,  Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1999
TAP MPR No.VI Tahun 2001, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1999
UUD 1945 DAN AMANDEMENNYA, Penerbit Fokusmedia, Bandung, 2005
UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Terbitan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2003
UU No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Penerbit CV. Tamita Utama, Jakarta, 2005
Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, Penerbit CV. Tamara Utama, Jakarta, 2005
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional , Penerbit Lekdis, Jakarta, 2005 
Kebijakan Depag Dari Masa Ke Masa; 1996


[2] (Kebijakan Depag Dari Masa Ke Masa; 1996: 47).
[3] UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Terbitan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2003

No comments:

Post a Comment