A.
PENDAHULUAN
Kementerian Agama (Kemenag) pada tahun 2013 telah memasuki usia
yang ke -67 sejak lahir pada tanggal 3 Januari 1946. Pada prinsipnya
kementerian ini mempunyai tugas penting yang membawahi semua problematika
keagamaan di tanah air ini. Tugas pokok tersebut sebagaimana tercantum dalam
Keppres No. 45 tahun 1974 lampiran 14, Bab I Pasal 2 adalah menyelenggarakan
sebagian tugas umum pemerintah dan pembangunan di bidang agama.
Tugas ini diperkuat lagi dalam GBHN 1993 bahwa asas pembangunan
nasional di antaranya adalah agama (keimanan dan ketakwaan); artinya dalam
konteks keindonesiaan agama merupakan aspek yang menyatu dalam semua lapis
aktivitas setiap warga bangsa untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Tugas ini juga merupakan bentuk konkret pengamalan Pancasila; Sila
pertama yaitu, ”Ketuhanan Yang Maha Esa” dan pengamalan UUD 1945 Bab XI Pasal
29 ayat l “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan ayat 2 “Negaraa
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Kemenag mempunyai banyak tugas di antaranya; pelayanan haji, zakat
dan wakaf, nikah, talak dan rujuk, pelayanan dakwah (penyuluh agama),
pendidikan agama dan keagamaan (madrasah dan pesantren), pembinaan ormas
keagamaan, dan peradilan agama. Tugas tersebut merupakan tantangan Kemenag yang
sangat berat manakala di tubuh pejabat internal Kemenag sendiri tidak mampu melaksanakan
tugas secara profesional dan penuh integritas.
Terlebih memasuki era globalisasi dan westernisasi sekarang ini.
Banyak munculnya aliran sesat, sempalan agama serta beberapa masalah yang
berkaitan dengan umat menunjukkan belum efektifnya pembangunan spiritual
bangsa, menuntut jawaban Kemenag harus profesional dengan landasan utama adalah
mengamalkan doktrinitas agama. Maraknya tayangan dan media yang bernuansa
sensasional dan pornografi menuntut kepekaan Kemenag dalam memelihara nilai
serta norma agama.
Di antara kementerian yang lain mungkin Kementerian Agama merupakan
kementerian yang sangat sensitif. Dikatakan sensitif karena di samping terisi
orang-orang yang notabene “bermoral” juga membawa nama “agama”, sehingga orang
memandang sebagai lembaga yang suci, tanpa noda atau “dosa”.
Tidak disangsikan jika ada kasus korupsi sekecil apa pun di lembaga
ini akan terekspos secara besar-besaran di media massa. Sebaliknya sebesar apa
pun prestasi lembaga ini justru tidak akan terdengar oleh masyarakat.[1]
Tantangan Kemenag lainnya adalah masalah pendidikan di madrasah dan
pembinaan keagamaan pada umumnya. Pendidikan keagamaan yang berada dalam
naungan Kemenag secara formal memang telah mengalami kemajuan yang cukup
signifikan dengan adanya SKB tiga menteri, nomor 6 tahun 1975, nomor
037/U/1975, dan nomor 36 tahun 1975 yang memuat; a). Ijazah madrasah dapat
mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umurn, b). Lulusan madrasah
dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas, c). Siswa Madrasah
dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.[2]
B.
PERMASALAHAN
1.
Bagaimana
perpektif pembangunan pendidikanIslam pada Sekolah?
2.
Bagaimana
kebijakan direktorat pendidikan agama islam pada sekolah?
3.
Bagaimana
kebijakan kemenag dalam peningkatan pendidikan Islam?
C.
PEMBAHASAN
1.
Perspektif Pembangunan Pendidikan Islam Pada Sekolah
Setidaknya ada dua macam perspektif pembangunan Pendidikan Agama Islam
pada sekolah; perspektif pembangunan nasional dan perspektif pembangunan
internasional. Perspektif pembangunan nasional lebih menempatkan kontribusi yang
ingin dicapai Pendidikan Agama Islam pada sekolah lebih kepada kepentingan pembangunan
nasional. Sedangkan perspektif pembangunan internasional, lebih menempatkan
kontribusi yang ingin dicapai pada konstalasi pembangunan yang lebih bersifat
global.
a.
Perspektif Pembangunan Nasional
Pasca reformasi 1998, kehidupan masyarakat Indonesia mulai memasuki
kehidupan demokratis yang ditandai oleh terbukanya kebebasan sipil dan
partisipasi politik yang terjamin kebebasannya. Hal ini menimbulkan gejala baru
yaitu kebebasan yang di satu sisi dapat memberdayakan masyarakat, namun di sisi
lain kebebasan pun sangat rentan untuk disalahgunakan bagi hal-hal yang justru
merusak hakikat kebebasan itu sendiri. Hasilnya kondisi masyarakat terkini
justru ditandai dengan dua hal yang saling berlawanan: di satu sisi ada semacam
keinginan kuat dari masyarakat untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai
agama, sementara di sisi lain juga ada kecenderungan bagi munculnya gejala
disorientasi relijius. Kondisi ini juga
semakin diperparah dengan tidak meratanya percepatan pertumbuhan ekonomi
Indonesia setelah di timpa krisis ekonomi berkepanjangan.
Untuk tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, sebanyak 37,4%
tidak melewati standar garis kemiskinan, baik dari st andar Depsos maupun PBB
(yang telah mencapai garis kemiskinan absolut atau di bawah garis kemiskinan).
Pada saat yang sama sebanyak 20% masyarakat Indonesia juga berpotensi untuk jatuh ke dalam garis kemiskinan; dengan standar yang berada jauh di bawah standar
garis kemiskinan yang ditetapkan PBB yaitu sebanyak 1 US$ perhari, sedangkan di
Indonesia antara Rp. 99.000-110.000 per bulan atau rata-rata 12 US$ per bulan
(Laporan Biro Pusat Statistik tahun 2004). Pada situasi inilah pendidikan Islam
di Indonesia dituntut untuk memberikan kontribusinya dalam upaya membangun kemb
ali bangsa ini. Dengan menempatkan pendidikan karakter sebagai arah utama
pengembangannya, pendidikan Islam diharapkan dapat menjadi instrumen penting
dalam memperkuat kembali nilai- nilai toleransi dan inklusifitas bagi masyarakat
Indonesia yang plural. Pendidikan karakter juga diharapkan dapat membantu
peserta didik dalam mengapresiasi isu penting dalam kehidupan sehari-hari;
seperti kesetaraan jender.
b.
Perspektif Pembangunan Internasional
Kemajuan globalisasi yang paralel dengan gejala modernisasi di
seluruh duni tentu memiliki dampak langsung terhadap masyarakat Indonesia.
Namun arus globalisasi yang terjadi tentu tidak sela manya selaras dengan
kemajuan sebuah bangsa. Makin seringnya komunikasi antar budaya serta sistem nilai yang terjadi antar
sebuah suku bangsa kerap identik dengan perbenturan antar nilai, kepentingan,
serta peradaban. Mengutip Huntington, bahwa perbenturan antar peradaban yang
terjadi di penghujung abad ke 20 justru mengindikasikan akan adanya disparitas
baru hubungan antara agama dengan negara, khususnya Islam.
Tak pelak arus globalisasi yang terj adi di Indonesia, yang
mayoritas berpenduduk muslim, harus dipikirkan secara bersama agar dampak yang
terjadi tidak melulu identik dengan pertentangan bahkan perbenturan antar
budaya. Situasi ini kemudian menjadikan pendidikan Islam pada sekolah menemukan
peluangnya untuk membangun pendidikan
yang berwawasan multikultural. Pendidikan Agama Islam khususnya di
sekolah kemudian harus diarahkan untuk membangun sistem kesadaran yang
berpijak kepada kesamaan prinsip
penghargaan atas multibudaya (multiculture) serta lintas iman (crossfaith).
Sejalan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang plural dan majemuk, pendidikan
Islam berwawasan multibudaya dan lintas iman sangatlah dibutuhkan terutama
untuk membangun karakter positif yang mampu menumbuhkan sikap toleran dan
inklusif antar umat beragama. Peluang
lain sebaga konsekuensi penghormatan tersebut, pembangunan pendidikan Islam
dalam konteks pembangunan internasional saat ini adalah adanya tuntutan bagi sikap keterbukaan terh adap perbedaan budaya
dan keyakinan. Oleh karena itu, sikap
keterbukaan terhadap segala bentuk perbedaan budaya dan keyakinan ini tentu
saja harus dirumuskan sebagai salah satu paradigma pendidikan Islam yang
ditujukan bagi pengembangan pendidikan agama berwawasan multikultural dan
kearian lintas keyakinan. Dengan demikian perspektif pembangunan Pendidikan
Agama Islam pada sekolah sangat utopis dan agar terwujud secara realisis
menempa peserta didik yang masih dalam proses hingga menjadi lulusan sekolah
sebagai cikal-bakal manusia Indonesia seutuhnya, pendekatannya harus tercentra
pada prinsip universal (holistik) dan terkait satu sama lain secara struktural
maupun fungsional (sistemik).
2.
Kebijakan Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah
Kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam secara tegas telah menyeb empat kebijakan utamanya mengenai
pendidikan Islam. Empat kebijakan tersebut adalah:
1.
Mengurangi
beban pendidikan;
2.
Memperbaiki
kinerja kelembagaan;
3.
Konvergensi
perencanaan pendidikan;
4.
Meningkatkan
mutu pendidikan
Empat kebijakan tersebut sejatinya berimplikasi kepada pendidikan
Islam pada sekolah. Dengan mengurangi beban pendidikan, pendidikan Islam pada
sekolah diharapkan dapat menjadi sistem pe ndidikan yang tidak lagi
berorientasi kepada proses transformasi ilmu kepada peserta didik. Namun lebih
memberi perhatian kepada proses belajar bersama yang mengarah kepada pemenuhan
minat, bakat, dan potensi peserta didik disertai kurikulum dan metode
pembelajaran yang langsung menyentuh kepada aspek kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Islam pada sekolah juga diharapkan dapat mendukung kualitas dan mutu
pendidikan. Baik dari segi kualitas lulusan maupun kualitas pelayanan
pendidikan yang diberikan oleh pemerintah.
Sejalan dengan kebijakan
tersebut, pendidikan Islam pada sekolah juga diharapkan dapat memberikan dampak
langsung tidak saja kepada pembentukan karakter bangsa, melainkan kepada aspek
daya saing dan kualitas sumber daya ma nusia Indonesia di masa depan. Maka
pendidikan Islam pada sekolah merupakan sebuah investasi besar yang dilakukan
oleh pemerintah, dalam hal ini Ditpais,
bagi pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan
merupakan media yang efektif untuk
mengajarkan norma, mensosialisasi nilai, dan menanamkan etos di kalangan warga
masyarakat. Dalam hal ini, urgensi pendidikan terletak pada fungsinya sebagai
instrumen untuk memupuk kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional, dan memantapkan jati diri
bangsa. Peran pendidikan menjadi lebih
penting lagi ketika arus globalisasi demikian kuat, yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya yang acapkali bertentangan
dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam konteks ini,
pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif
sebagai warga bangsa dan mengukuhkan ikatan-ikatan sosial, dengan tetap
menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan agama, sehingga dapat
memantapkan keutuhan nasional.
Dalam perspektif ini, pendidikan agama Islam pada sekolah memiliki
peran yang sangat penting sebagai bagian dari upaya membangun watak dan
karakter bangsa. Undang Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyebutkan bahwa pe ndidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia,
dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Pasal 1, ayat 2). Pendidikan
agama Islam pada sekolah diharapkan dapat menjadi wahana yang efektif untuk
membangun karakter manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berwawasan kebangsaan, dan menghargai
perkembangan pengetahuan. Untuk itu, kebijakan pendidikan agama Islam pada
sekolah diarahkan pada sejumlah upaya un tuk meningkatkan kualitas pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai Islam yang relevan dan kompatibel
dengan pembangunan nasional dan perkembangan zaman.[3]
3.
Kebijakan Kemenag Dalam Peningkatan Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI
di tahun 2010-2014 menetapkan 5 kebijakan yaitu : (1) peningkatan kualitas
kehidupan beragama; (2) peningkatan kualitas kerukunan umat beragama; (3)
peningkatan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama,
pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan; (4) peningkatan kualitas
penyelenggaraan ibadah haji, dan; (5) perwujudan tata kelola kepemerintahan
yang bersih dan berwibawa.
Untuk menjalankan 5
kebijakan tersebut, dalam rencana pelaksanaannya telah ditetapkan dalam 11
program Kementerian Agama, salah satunya yang menjadi tanggung jawab Ditjen
Pendidikan Islam yaitu Program Pendidikan Islam, khususnya untuk menjalankan
kebijakan pada no. 3 di atas.
Program Pendidikan
Islam bertujuan untuk meningkatkan akses, mutu, relevansi dan daya saing serta
tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan Pendidikan Islam. Pencapaian tujuan
program Pendidikan Islam ini dilakukan melalui sejumlah kegiatan strategis
sebagai berikut :
1)
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Keluaran (outputs)
yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.
Tersedianya data dan informasi
perencanaan
b.
Tersedianya dokumen perencanaan dan
anggaran
c.
Meningkatnya kualitas pelayanan
administrasi keuangan
d.
Meningkatnya kualitas pelayanan
ketatalaksanaan, kepegawaian, serta tersedianya peraturan perundang-undangan
e.
Meningkatnya kualitas administrasi
perkantoran dan pelayanan umum
Keluaran (outputs)
tersebut akan dicapai antara lain melalui koordinasi pelaksanaan tugas;
pembinaan dan pemberian dukungan administrasi satuan organisasi; penyusunan
rencana dan program kegiatan; penyiapan dan pengolahan data; pengembangan
sistem informasi; penyusunan laporan dan evaluasi program serta akuntabilitas
kinerja; pembinaan dan pelayanan administrasi keuangan; penyusunan rencana dan
pengelolaan keuangan; pelaksanaan anggaran dan perbendaharaan; penyusunan
laporan akuntansi dan verifikasi keuangan; pembinaan dan pelayanan di bidang
organisasi dan tatalaksana; pengelolaan kepegawaian; penyiapan peraturan
perundang-undangan; serta pelayanan dan pembinaan urusan ketatausahaan, kearsipan,
pengelolaan BMN, kerumahtanggaan, perlengkapan dan keprotokolan.
2)
Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah
Ibtidaiyah
Keluaran (outputs) yang hendak
dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.
Tersedia dan terjangkaunya layanan
pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI).
b.
Meningkatnya mutu layanan pendidikan MI
c.
Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan
MI
d.
Meningkatnya mutu tata kelola MI
Keluaran (outputs)
tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana
prasarana MI termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; pemanfaatan
teknologi informasi bagi kegiatan belajar-mengajar dan pengelolaan pendidikan;
penyediaan bantuan peningkatan mutu madrasah; peningkatan mutu kurikulum dan
bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri;
penilaian dan pemberian akreditasi; peningkatan kualitas manajemen madrasah;
serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan, selain itu pencapaian kegiatan
ini juga mencakup berbagai hal terkait pendidikan anak usia dini dan RA/BA.
3)
Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah
Tsanawiyah
Keluaran (outputs)
tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana
prasarana MTs, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal;
pemanfaatan teknologi informasi bagi kegiatan belajar-mengajar dan pengelolaan
pendidikan; penyediaan bantuan peningkatan mutu madrasah; peningkatan mutu
kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar
negeri; penilaian dan pemberian akreditasi; peningkatan kualitas manajemen
madrasah; serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan.
4)
Peningkatan Akses dan Mutu
Madrasah Aliyah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini
adalah:
a.
Tersedia dan terjangkaunya layanan
pendidikan Madrasah Aliyah (MA)
b.
Meningkatnya mutu layanan pendidikan MA
c.
Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan
MA
d.
Meningkatnya mutu tata kelola MA
5)
Penyediaan Subsidi Pendidikan
Madrasah Bermutu
Keluaran (outputs)
tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) bagi madarasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah; penyediaan beasiswa
bagi siswa berprestasi dan siswa miskin, termasuk di daerah bencana, terpencil
dan tertinggal; serta penyediaan safeguarding (monitoring, rakor, evaluasi)
bagi BOS pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
6)
Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Madrasah
Keluaran (outputs)
yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.
Meningkatnya profesionalisme tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan
b.
Meningkatnya kesejahteraan tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan
Keluaran (outputs)
tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan peningkatan kualifikasi
guru, pengawas dan tenaga kependidikan; penyediaan beasiswa dan bantuan
pendidikan lainnya; peningkatan kompetensi kepala madrasah; serta penyediaan
tunjangan fungsional, profesi dan purna bakti.
7)
Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan
Tinggi Islam
Keluaran (outputs) yang hendak
dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.
Meningkatnya akses pendidikan Perguruan
Tinggi Agama Islam (PTAI)
b.
Meningkatnya mutu layanan pendidikan PTAI
c.
Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan
PTAI
d.
Meningkatnya mutu tata kelola PTAI
Keluaran (outputs)
tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana
prasarana PTAI, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal;
peningkatan mutu lulusan dan daya saing bertaraf internasional; peningkatan
mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan
luar negeri; pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak; pengembangan Ma`had
Aly pada PTAI; penataan program studi dan bidang keilmuan yang fleksibel
memenuhi kebutuhan pembangunan; penguatan konsorsium ilmu-ilmu keislaman yang
memperkuat pengembangan dan pengkajian ilmu-ilmu keislaman di PTAI; serta
peningkatan mutu tata kelola PTAI.
8)
Penyediaan Subsidi Pendidikan Tinggi
Islam Bermutu
Keluaran (outputs)
yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah tersedia dan tersalurkannya
beasiswa bagi mahasiwa miskin dan mahasiswa berprestasi
Keluaran (outputs)
tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan beasiswa bagi mahasiswa miskin
dan mahasiswa berprestasi, termasuk di daerah bencana, terpencil dan
tertinggal.
9)
Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi Islam
Keluaran (outputs)
yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.
Meningkatnya profesionalisme dosen dan
tenaga kependidikan pada Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)
b.
Meningkatnya kesejahteraan dosen dan
tenaga kependidikan pada PTAI
Keluaran (outputs)
tersebut dicapai antara lain melalui peningkatan kualifikasi pendidikan dosen
dan tenaga kependidikan; penyediaan beasiswa dan bantuan belajar; penyediaan
tunjangan fungsional, tunjangan profesi dan tunjangan lainnya.
10) Peningkatan Akses
dan Mutu Pendidikan Keagamaan Islam
Keluaran (outputs)
yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Tersedia dan terjangkaunya
layanan Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren. 2) Meningkatnya
mutu layanan Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren. 3)
Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan
Pondok Pesantren4) Meningkatnya mutu tata kelola Pendidikan Non Formal,
Diniyah, dan Pondok Pesantren
Keluaran (outputs)
tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan BOS pada pondok pesantren
penyelenggara program Wajar Dikdas; penyediaan dan pengembangan sarana
prasarana Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren, termasuk di
daerah bencana, terpencil dan tertinggal; peningkatan mutu lulusan dan daya
saing; penyaluran beasiswa; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar;
peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; pengembangan
kemitraan dengan berbagai pihak; pengembangan Ma`had Aly pada pondok pesantren;
serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan.
11) Penyediaan Subsidi
Pendidikan Keagamaan Islam Bermutu
Keluaran (outputs)
yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah tersedia dan tersalurkannya BOS
pada pendidikan keagamaan dan beasiswa bagi santri berprestasi. Keluaran (outputs)
tersebut dicapai antara lain melalui penyaluran BOS pada satuan pendidikan
keagamaan dan penyediaan beasiswa bagi santri berprestasi.
12)
Peningkatan Akses dan Mutu
Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
Keluaran (outputs)
yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.
Tersedianya layanan pendidikan agama Islam
pada sekolah
b.
Meningkatnya mutu layanan pendidikan
agama Islam pada sekolah;
c.
Meningkatnya kualitas pemahaman dan
pengamalan ajaran agama peserta didik.
Keluaran (outputs)
tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana
prasarana Pendidikan Agama Islam (PAI) pada sekolah, termasuk di daerah
bencana, terpencil dan tertinggal; pembentukan dan peningkatan kapasitas
Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Kelompok
Kerja Pengawas (Pokjawas) Pendidikan Agama Islam; peningkatan mutu kurikulum
dan bahan ajar PAI; pengembangan standar model PAI pada sekolah; serta
peningkatan partisipasi dan kemitraan sekolah, masyarakat dan pihak terkait
lainnya dalam pengembangan PAI.
13)
Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan
Pendidik dan Pengawas Pendidikan Agama Islam
Keluaran (outputs)
yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.
Meningkatnya profesionalisme tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan agama Islam
b.
Meningkatnya kesejahteraan tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan agama Islam
Keluaran (outputs)
ini dicapai antara lain melalui peningkatan kompetensi dan kualifikasi
pendidikan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan agama Islam; penyediaan
beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya bagi guru; peningkatan wawasan guru
melalui program pertukaran guru PAI; penyediaan subsidi tunjangan fungsional
bagi guru PAI non-PNS; penyediaan tunjangan profesi bagi guru PAI; dan
tunjangan khusus bagi guru PAI di daerah terpencil.
D.
KESIMPULAN
1.
Setidaknya
ada dua macam perspektif pembangunan Pendidikan Agama Islam pada sekolah;
perspektif pembangunan nasional dan perspektif pembangunan internasional.
Perspektif pembangunan nasional lebih menempatkan kontribusi yang ingin dicapai
Pendidikan Agama Islam pada sekolah lebih kepada kepentingan pembangunan
nasional. Sedangkan perspektif pembangunan internasional, lebih menempatkan
kontribusi yang ingin dicapai pada konstalasi pembangunan yang lebih bersifat
global.
2.
Kebijakan
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
secara tegas telah menyeb empat kebijakan utamanya mengenai pendidikan Islam.
Empat kebijakan tersebut adalah:
1.
Mengurangi
beban pendidikan;
2.
Memperbaiki
kinerja kelembagaan;
3.
Konvergensi
perencanaan pendidikan;
4.
Meningkatkan
mutu pendidikan
3.
Kementerian Agama RI di tahun
2010-2014 menetapkan 5 kebijakan yaitu : (1) peningkatan kualitas kehidupan
beragama; (2) peningkatan kualitas kerukunan umat beragama; (3) peningkatan
kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan
agama, dan pendidikan keagamaan; (4) peningkatan kualitas penyelenggaraan
ibadah haji, dan; (5) perwujudan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan
berwibawa.
Program Pendidikan
Islam bertujuan untuk meningkatkan akses, mutu, relevansi dan daya saing serta tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan Pendidikan Islam. Pencapaian
tujuan program Pendidikan Islam ini
DAFTAR PUSTAKA
TAP MPR 1999, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1999
TAP MPR No.VI Tahun 2001, Penerbit
Sinar Grafika, Jakarta, 1999
UUD 1945 DAN AMANDEMENNYA, Penerbit
Fokusmedia, Bandung, 2005
UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Terbitan Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta, 2003
UU No.25 Tahun 2004 Tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Penerbit CV. Tamita Utama,
Jakarta, 2005
Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun
2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2004-2009, Penerbit CV. Tamara Utama, Jakarta, 2005
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun
2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional , Penerbit Lekdis, Jakarta,
2005
Kebijakan Depag Dari Masa Ke Masa; 1996
No comments:
Post a Comment