Tuesday 7 March 2017

Berbagai Macam Kebijakan Orde Lama Dan Orde Baru Dalam Bidang Pendidikan Islam



       I.            PENDAHULUAN
            Eksistensi pendidikan Islam di Indonesia adalah suatu kenyataan yang sudah berlangsung sangat panjang dan sudah memasyarakat. Pada masa penjajahan Belanda dan penduduk Jepang, pendidikan diselenggarakan oleh masyarakat sendiri dengan mendirikan pesantren, sekolah dan tempat latihan-latihan lain. Setelah merdeka, pendidikan Islam dengan cirri khasnya madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan dari pemerintah Republik di Indonesia.
            Pemerintahan pada masa orde lama yang dimaksudkan kepada rentang waktu 1945 sampai dengan 1965 diberi tugas oleh UUD 1945 untuk mengusahakan agar terbentuknya suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat nasional. Oleh karena itu, pastilah sejarah mencatat bagaimana pemerintah orde lama memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap perkembangan pendidikan Islam. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat, Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan negara.
            Pada masa Indonesia sudah merdeka pendidikan islam khususnya pada masa awal oorde baru yang mana pendidikan islam terkesan dianaktirikan oleh pemerintah. Karena menanggapi tentang adanya ungkapan “ Di nidonesia bukan hanya agama islam saja” lantas pendidikan islam serasa di dikotomikan oleh pemerintah.
            Dengan demikian sudah ada gambaran mengenai pola kebijakan pemerintah dimasa orde lama dan orde baru, maka selnjutnya penulis akan menyajikan segelumit tentang pola-pola kebijakan pendidikan islam pada masa orde lama dan baru di Indonesia.



    II.            RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas maka penulis akan menyajikan beberapa uraian permasalahan yang sebagai berikut :
A.       Apa yang dimaksud dengan kebijakan ?
B.        Kebijakan - Kebijakan Orde Lama Dalam Pendidikan Islam ?
A.       Kebijakan - Kebijakan Orde Baru Dalam Pendidikan Islam ?

 III.            PEMBAHASAN
A.       Pengertian kebijakan.
Kata kebijakan dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Ke-bi-jak-an adalah  rangkaian konsep dan asas yg menjadi garis besar dan dasar rencana dl pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tt pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sbg garis pedoman untuk manajemen dl usaha untuk mencapai sasaran.[1] Maka dari definisi kebijakan diatas sudah dapat dipahami bahwa kebijakan adalah suatu acuan dasar dalam tindakan bangsa oleh seorang pemimpin yang telah mengeluarkan kebijakanya dan telah disepakati bersama.
Banyak kalangan mempersoalkan dan membedakan pengertian “kebijakan” dan “kebijaksanaan” dalam studi kebijakan publik di Indonesia. Petanyaan yang sering diajukan adalah apakah kebijakan dan kebijaksanaan mempunyai arti yang sama atau berbeda?. Ali Imron berpendapat bahwa kata “kebijaksanaan” merupakan terjemahan dalam bahasa inggris “policy” yang berarti mengurus masalah atau kepentingan umum, dan juga administrasi pemerintah. Sedangkan kebijakan adalah terjemahan dari “wisdom”. Kata “policy” kemudian memunculkan beberapa istilah yaitu politic, policy, dan polici. Politic berarti seni dan ilmu pemerintahan (The art and science of government); policy berarti hal-hal mengenai kebijaksanaan pemerintah, dan polici yang berkenaan dengan pemerintahan. Sedangkan wisdom (Kebijakan) adalah suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada sesorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku. Dari pembedaan  terminology ini kemudian Imron mendefinisikan kebijaksanaan (policy) sebagai aturan-aturan yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat kepada siapa pun dengan kebijaksanaan tersebut. Sedangkan kebijakan (wisdom) adalah suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada sesorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku.[2]

B.        Kebijakan - Kebijakan Orde Lama Dalam Pendidikan Islam.
Pada tangaal 27 Desember 1945 Badan Pekerja Komite Nasional Pusat ( BPKNP ) menyatakan bahwa
“madrasah dan pesantern pada dasarnya adalah satu alat untuk mencerdaskan rakyat jelata yang sudah berurat berakat dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata dan bantuan material dari pemerintah”.[3]
Sementara itu kementrian pengajaran dan kebudayaan (PP dan K)  yang pertama adalah KI. Hajar Dewantara mengeluarkan Instruksi umum yang isinya memerintahkan kepada setiap[ kepala – kepala Sekolah dan Guru – guru yaitu :
1.      Mengibarkan sang merah putih tiap-tiap hari halaman sekolah.
2.      Melagukan lagu kebangsaan Indonesia raya.
3.      Menghentikan pengibaran bendera jepang dan menghapuskan nyanyian Kimogayo lagu kebangsaan jepang.
4.      Menghapuskan pelajaran bahasa jepang, serta segala ucapan yang berasal dari pemerintah bala tentara jepang.
5.      Member semangat kebnagsaan pada murid-nuridnya.
                 Kebijakan pendidikan di ndonesia termasuk didalamnya kebijakan pendidikan islam mengalami psasang surut, yang ditandai dengan peristiwa penting serta tonggak sejarah sebagai pengingat.Selanjutnya tindakan pemerintah yang pertama diambil dalam pendidikan islam islam di Indonesia  adalah menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan dan aspirasi rakyat, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi :
a.          Tiuap tiap warga Negara berahk mendapt pengajaran.
b.         Pemerintah mengusahakan suatu system pengajaran nasional yang diatur dalam Undang-undang.
                 Pada bulan desember 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang menetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR (Sekolah Rakyat = Sekolah Dasar) sampai kelas VI. Pada masa itu keadaan keamanan di Indonesia masih belum mantap sehingga SKB Dua Menteri belum dapat berjalan dengan semestinya. Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan pendidikan agama mulai kelas I SR. Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947 yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dari Departemen P dan K, serta Prof. Drs. Abdullah Sigit dari Departemen Agama. Tugasnya ikut mengatur pelaksanaan dan menteri pengajaran agama yang diberikan di sekolah umum.
                 Selanjutnya eksistensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan nasional dituangkan dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran No. 4 Tahun 1950, yang sampai sekarang masih berlaku, dimana dinyatakan bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.[4]
                 Langkah demi langkah pada akhirnya pendidikan Islam semakin terintegrasikan secara total dalam pendidikan nasional. Pentingnya pendidikan agama yang telah terintegralkan dengan pendidikan nasional akhirnya mendapat kekuatan hukum dalam Rumusan Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional yang berbunyi: “bahwa pendidikan nasional ialah usaha dasar untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan mengusahakan perkembangan kehidupan beragama, kehidupan yang berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, nilai budaya, pengetahuan, ketrampilan, daya estetik, dan jasmaninya sehingga ia dapat mengembangkan dirinya bersama-sama dengan sesama manusia membangun masyarakatnya, seta membudayakan alam sekitar” (Hanun Asrohah. 1999: 178). Dikukuhkan dalam GBHN berdasarkan TAP MPR No. II/1983. [5]
                 Di tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina Pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan pendidikanagama itu secara formal institusional dipercayakan kepada departemen agama dan departemen P & K. pendidikan agama islam secxara teratur resmi mulai desember 1946. Dan pada bulan itu juga dikeluarkan peraturan bersama dua menteri yaitu menteri agama dan menteri pendidikan & pengajaran  yang menetapkan bahwa pendidikan agam diberikan mulai sejak kelas IV SR sampai dengan kelas VI. Tetapi itu tidak berjalan sesuaio prosedur. Banyak sekolah-sekolah diluar jawa yang sudah engajarkan pendidikan agama pada masa kelas I SR. maka kebuijakan pertama itu dinyatakan gagal.
                 Maka pada tahun 1950 dimana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia, maka dibentuknya kepanitiaan yang diketuai oleh Prof. Mahmud Yunus dan dari departemen agama  Mr. Hadi dari departemen P & K, yang hasil dari perumusan kebijakan itu adalah :[6]
1)         Pendidikan agama yang diberikan mulai kelas IV SR ( Sekolah Dasar ).
2)         Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat misalnya ( sumatera, Kalimantan dan lainya) maka pendidikan agama diberikan mulai sejak kelas I SR dengan catatan bahwa pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang disbanding dengan sekolah- sekolah yang lain yang pendidikan agamanya dinerikan sejak kelas IV SR.
3)         Di Sekolah Lanjutan Pertama dan Tingkat Atas ( umum dan Kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
4)         Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua/wali.
5)         Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama, dan materi pendidikan agama di tanggung oleh departemen agama.
                 Demikianlah kebijakan – kebijakan pada masa orde lama dan akan dilanjutkan pada pembahasan pola kebijakan pendidikan islam pada msa orde baru yang sebagai berikut.

C.       Kebijakan - Kebijakan Orde Baru Dalam Pendidikan Islam.
                 Orde baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu korelasi total terhadap Orde Lama yang didominasi oleh PKI dan dianggap telah menyelewengkan pancasila.
Masa Orde Baru disebut juga sebagai Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan. Yakni bertujuan membangun manusia seutuhnya dan menyeimbangkan antara rohani dan jasmani untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Pada tahun 1973-1978 dan 1983 dalam sidang MPR yang kemudian menyusun GBHN.[7]
                 Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an sampai dengan 1990-an. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan.
                 Pada awal – awal masa pemerintahan orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan menteri agama.
Menghadapi kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaruan ini adalah di keluarkannya kebijakan tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi Madrasah.
                 Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal –awal tahun 1970 –an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan presiden nomor 34 tanggal 18 April tahun 1972 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan. Isi keputusan ini mencakup tiga hal :
1.      Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kebijakan
2.      Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri
3.      Ketua lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.
                 Selanjutnya, kepres No 34 Tahun 1972 ini di pertegas oleh inpres No 15 tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan dikelola oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom di bawah bawah pengawasan Menteri Agama”. Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Dengan keputusan presiden No. 34 Tahun 1972 dan impres 1974, penyelenggraan pendidikan dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab MENDIKBUD.[8]
Sebagai esensi dari pembakuan kurikulum sekolah umum dan madrasah ini memuat antara lain:
1.         kurikulum sekolah umum dan madrasah terdiri dari program inti dan program pilihan.
2.         program inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah, dan program inti sekolah umum dan madrasah secara kualitatif sama.
3.         program khusus ( pilihan ) diadakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi sekolah menengah atas/madrasah aliyah.
4.         pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah mengenai system kredit semester, bimbingan karier, ketuntasan belajar,dan system penilaian adalah sama.
5.         hal – hal yag berhubungan tenaga guru dan sarana pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikilumakan diatur bersamaoleh kedua departemenyang bersangkutan.[9]
  Dengan demikian, kurikulum 1984 tersebut pada hakikatnya mengacu kepada SKB 3 menteri dan SKB 2 menteri, baik dalam program, tujuan maupun bahan kajian dan pelajaranya.diantara rumusan kurikulum 1984 memuat hal strategissebagai berikut:
1.         Program kegiatan kurikulum madrasah ( MI, MTs dan MA ) tahun 1984 dilakukan melalui kegiatan interen kurikuler, kokurikuler dan ekstra kurikuler baik dalam program inti maupun program pilihan.
2.         Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memperhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dan apa yang di pelajarinya.
3.         penilaian dilakukan secara kesinambungan dan menyeluruh untuk peningkatan proses dan hasil belajar, serta pengelolaan program.
                











 IV.            SIMPULAN
A.       Kebijakan  adalah  rangkaian konsep dan asas yg menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak ( pemerintahan, organisasi, dsb ).
B.        Diantara kebijakan-kebijakan pemerintah pada masa orde lama adalah sebagai berikut :
1.      Pendidikan agama yang diberikan mulai kelas IV SR ( Sekolah Dasar ).
2.      Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat misalnya ( sumatera, Kalimantan dan lainya) maka pendidikan agama diberikan mulai sejak kelas I SR.
3.      Di Sekolah Lanjutan Pertama dan Tingkat Atas ( umum dan Kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
4.      Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua/wali.
5.      Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama, dan materi pendidikan agama di tanggung oleh departemen agama.
C.        Pada awal – awal masa pemerintahan orde baru pemerintah melakukan formalisasi dan strukturisasi Madrasah dan Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal –awal tahun 1970 –an, yang kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional, Selanjutnya Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 Persoalan keagamaan dikelola sepenuhnya oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah adalah lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama.
Demikianlah pembahasan mengenai kebijakan kebijakan pemerintah pada masa orde baru dan lama yang dapat penulis sajikan. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan atau pembahasan yang keliru kami k\mohon maklum dan maaf. Karena kami hanya manusia biasa.

    V.            DAFTAR PUSTAKA

Nizar, Samsul, sejarah pendidikan islam di Indonesia ( Jakarta: kencana. 1989. Cet. Ke.3 ).

http://www.armhando.com/2012/02/kebijakan-pemerintah-dalam-pendidikan.html.

http://www.imammachali.com/berita-138-kebijakan-pendidikan-islam-dari-masa-ke-masa-dari-kebijakan-diskriminatif-menuju-kebijakan-berkeadil.html.



[1] Samsul Nizar, sejarah pendidikan islam, (Jakarta : kencana, 2009, cet, ke.3), hal, 345.
[2] http://www.imammachali.com/berita-138-kebijakan-pendidikan-islam-dari-masa-ke-masa-dari-kebijakan-diskriminatif-menuju-kebijakan-berkeadil.html, diakses tanggal 25 mei 2012.
[3] Samsul Nizar, Op. Cit., hal, 345.
[4] http://www.armhando.com/2012/02/kebijakan-pemerintah-dalam-pendidikan.html, diakses pada tanggal 25 mei 2012.
[5] http://www.armhando.com/2012/02/kebijakan-pemerintah-dalam-pendidikan.html, diakses pada tanggal 25 mei 2012.
[6] Samsul Nizar, Op. Cit., hal, 345.
[7] http://www.armhando.com/2012/02/kebijakan-pemerintah-dalam-pendidikan.html, diakses pada tanggal 25 mei 2012.
[8]http://www.armhando.com/2012/02/kebijakan-pemerintah-dalam-pendidikan.html, diakses pada tanggal 25 mei 2012.
[9] Samsul Nizar, Op. Cit., hal, 345.

No comments:

Post a Comment